Tag Archives: kalimantan

Kepuhunan dan Rasa Saling Menghargai

Standard

Bersama Masyarakat Suku Dayak Bahau di Long Bagun

Oleh Anindita

            Selama berada di tanah Kalimantan Timur banyak tradisi unik yang baru bagi saya. Salah satunya mengenai kepercayaan lokal yang disebut kepuhunan, kepercayaan masyarakat lokal bahwa ketika seseorang ditawari makanan/minuman, wajib hukumnya kita menuruti tawaran makan/minum itu. Dan jika terpaksa tidak bisa menuruti tawaran tersebut sebaiknya pihak yang ditawari haruslah “nyantap” atau mencicipi sedikit makanan yang ditawarkan tersebut. Jika tidak dilakukan, maka diyakini akan terjadi sesuatu yang buruk akan menimpa orang yang tidak nyantap tersebut. Sesuatu yang buruk yang dimaksud mungkin bisa berupa kecelakaan, musibah, atau dihubungkan dengan gangguan atau “penampakan” makhluk halus, bahkan berujung kematian.

Read the rest of this entry

Mengarungi Riam-Riam Mahakam!

Standard
Sebuah Long Boat berupaya menerjang Riam Panjang Sungai Mahakam di Long Pahangai

Sebuah Long Boat berupaya menerjang Riam Panjang Sungai Mahakam di Long Pahangai

Nyali menciut menyaksikan Riam Udang di hulu Sungai Mahakam, Kecamatan Long Bagun, Kabupaten Kutai Barat, pertengahan Mei 2012 lalu. Air mengalir deras membentur bebatuan, membentuk pusaran lebar dan gulungan-gulungan ombak setinggi 1 meter. ketika perahu cepat melaju kencang menembus jeram ganas itu. Perahu bergoyang ke kiri dan kanan. Tubuh terempas ke lantai perahu. Pakaian basah kuyup terciprat air (Kopral Dua Murdianto)
Read the rest of this entry

Elang Kepala Putih (Haliaeetus leucogaster)

Standard

Elang Kepala Putih Haliaeetus Leucogaster yang dipelihara oleh warga. Memelihara predator alami akan mengancamkeseimbangan ekosistem hutan di Kutai Barat

Unit flora dan fauna mendapatkan  Elang Kepala Putih yang memiliki nama latin Haliaeetus leucogaster  dari seorang penduduk yang  ia pelihara sejak kecil di Kecamatan Long Bagun.

Read the rest of this entry

Folklore :Pantangan dalam kehidupan Masyarakat Dayak

Standard
Masyarakat Adat Dayak di Long Bagun melakukan ritual Tapoq untuk menyambut kedatangan Tim Ekspedisi Khatulistiwa

Masyarakat Adat Dayak di Long Bagun melakukan ritual Tapoq untuk menyambut kedatangan Tim Ekspedisi Khatulistiwa

Masyarakat adat Dayak hingga saat ini masih mempunyai kepercayaan tradisional yang memang sudah dipegang sejak jaman nenek moyang mereka. Walaupun saat ini bisa dikatakan jaman sudah modern, tetapi saya sangat mengapresiasi warga Hulu Mahakam yang hingga saat ini tidak pernah melupakan warisan nenek moyang mereka dalam hal apapun. Beberapa hal yang masih dipegang teguh hingga saat ini termasuk beberapa kepercayaan tradisional dan pantangan yang mungkin ketika diterapkan di masyarakat di luar lingkungan mereka seperti di kota-kota besar, hal ini hanya dianggap takhayul dan banyak yang tidak percaya.

Read the rest of this entry

Upacara Alak Tau – Menentukan Waktu Nugal

Standard

Lamin Adat Kampung Rukun Damai. Lamin Adat memiliki peran yang penting sebagai balai penyelenggaraan upacara adat.

Di kampong Batu Majang ini, ada 3 upacara besar yang dilaksanakan tiap tahunnya, yaitu upacara Alak Tau, Uman Ubek dan Tebukoq. Yang dimaksud dengan Alak Tau adalah upacara yang dilakukan sebelum menugal di ladang. Dahulu, upacara ini dilakukan untuk mengukur matahari dalam menentukan waktu yang tepat untuk menanam padi. Manurut Pak Yosef, beliau tidak begitu mengerti mengenai upacara ini, tetapi secara garis besar beliau mengetahuinya.

Read the rest of this entry

Tato Masyarakat Suku Dayak

Standard

Wanita Suku Dayak Kenyah Kampung Batu Majang yang memiliki Tato

Di dalam rumah Kepala adat Kampung Batu Majang, tim sosial budaya melihat beberapa orang yang sedang sibuk membuat hiasan untuk topi kepala pengantin perempuan. Hiasan itu terbuat dari plastik berbentuk taring dan manik-manik. Ada 4 ibu-ibu yang sudah lanjut usia membantu membuat hiasan kepala tersebut. Mereka mengenakan topi tanpa tutup terbuat dari anyaman. Saya berkenalan dengan keempat nenek tersebut dan berbincang dengan mereka, sementara anggota tim yang lain berbincang dengan kepala adat. Nama keempat nenek tersebut, yang pertama  adalah Andi, tetapi itu adalah nama bujang beliau. Sekarang ketika sudah mempunyai cucu menjadi Pandi. Yang kedua adalah Pe Ladek dengan nama bujang Ladek. Ibu yang ketiga bernama I sting dan beliau mempunyai tato di tubuhnya, yang saya lihat ada di kaki dan tangannya, dengan pola gambar yang rumit. Dalam bahasa kenyah, tato tersebut dinamakan betiq dan dibuat dengan menggunakan jarum dan arang untuk mewarnainya. Ibu yang keempat bernama Bawing saat bujang, dan sekarang biasa dipanggil Pe Luyang atau Uyang.

Read the rest of this entry