Kepuhunan dan Rasa Saling Menghargai

Standard

Bersama Masyarakat Suku Dayak Bahau di Long Bagun

Oleh Anindita

            Selama berada di tanah Kalimantan Timur banyak tradisi unik yang baru bagi saya. Salah satunya mengenai kepercayaan lokal yang disebut kepuhunan, kepercayaan masyarakat lokal bahwa ketika seseorang ditawari makanan/minuman, wajib hukumnya kita menuruti tawaran makan/minum itu. Dan jika terpaksa tidak bisa menuruti tawaran tersebut sebaiknya pihak yang ditawari haruslah “nyantap” atau mencicipi sedikit makanan yang ditawarkan tersebut. Jika tidak dilakukan, maka diyakini akan terjadi sesuatu yang buruk akan menimpa orang yang tidak nyantap tersebut. Sesuatu yang buruk yang dimaksud mungkin bisa berupa kecelakaan, musibah, atau dihubungkan dengan gangguan atau “penampakan” makhluk halus, bahkan berujung kematian.

Pada awalnya memang sempat saya merasakan culture shock. Setiap ditawari makanan seringkali menolak secara halus. Habis mau bagaimana lagi, saya dan sebagian besar anggota tim ekspedisi adalah orang Jawa yang lebih banyak menganut paham ‘pakeweuh’ (segan). Apalagi jika yang menawari makanan adalah orang yang baru dikenal. Sebagai jalan keluarnya ya itu tadi…. kita musti nyantap, sembari mengucap “soleng”.

Tradisi ini selalu diceritakan pada orang-orang pendatang. Agar kebaikan dan keselamatan selalu menyertai. Pernah suatu kali terjadi kecelakaan pada salah satu teman. Dia tanpa sengaja terjatuh dan tercebur ke dalam sungai. Langsung warga lokal mengkaitkan hal ini karena kepuhunan. Kebetulan atau tidak memang teman saya itu pernah memiliki keinginan memakan sesuatu yang belum terlaksana. Atau ketika teman yang lain lagi mengalami kecelakaan kecil, langsung orang lokal berkata “kepuhunan tuh…!”. Sebenarnya kepuhunan itu tidak hanya soal ditawari makanan/minuman. Kepuhunan bisa saja terjadi jika niat/keinginan kita yang urung terlaksana. Contohnya, jika terlintas dalam hati kita ingin minum kopi, ya sebaiknya segera bikin dan meminumnya. Jika ditunda atau tidak jadi terlaksana (biasanya karena lupa) seringkali hal-hal tidak mengenakan menimpa kita.

Parahnya selama di kampung sana, sering saya ngidam makanan yang hanya ada di Jawa. Barangkali karena rindu masakan yang pas dengan lidah jawa sepertiku. Jika tak sengaja terucap dan terdengar orang lokal, langsung cepat-cepat mereka mengingatkanku untuk berkata ‘’soleng’’. Takut terjadi apa-apa…

Pernah ada kejadian unik. Salah seorang teman kami pernah mengucap ingin makan ikan bakar ala Bugis. Namun hal itu hanya ada diangan-angan saja karena dia musti berangkat bertugas ke perbatasan. Dan berita ini didengar oleh seorang warga. Sebelum teman kami berangkat buru-buru orang ini menyiapkan ikan bakar dan mengundang teman kami itu untuk makan. Agar tidak terjadi sesuatu yang buruk di kemudian hari. Alangkah baiknya hati orang itu, dia begitu melindungi kami dari kemungkinan buruk gara-gara kepuhunan. Dan alangkah beruntungnya teman kami yang satu itu…

Kepercayaan ini terkadang sulit diterima dengan akal sehat. Namun saya menganggap ini sebagai kearifan lokal yang sangat baik. Bagaimana tidak jika seseorang ingin berbagi sesuatu maka kita wajib menghargainya. Dan jika suatu saat kita menginginkan sesuatu maka kita pun wajib berusaha mewujudkannya. Lagipula siapa sih yang menolak tawaran makanan dan minuman enak lagi gratis…?? heee

Leave a comment