Pengalaman Naik Capung Besi, Melirik Kehandalan Pilot TNI Kita

Standard

Bang Eten, pilot Penerbad yang super duper ‘edan’ pernah dia menerbangkan heli di bawah kabel yang membentang di Sungai Mahakam

Saat masih menjadi kanak-kanak dahulu, saya memimpikan dapat menjadi seorang pilot pesawat jet tempur. Alasannya sederhana, agar bisa membawa diri terbang sesuka hati, setinggi-tingginya bermanuver bebas seperti burung dara yang saya pelihara.

Sungai Mahakam yang tampak kering terlihat dari heli

Kemudian setelah bertahun-tahun datanglah kesempatan itu. Memang bukan menjadi seorang pilot, tapi merasakan duduk persis dibelakang pilot. Bukan sebuah pesawat terbang komersil, tapi sebuah pesawat baling-baling bernama helicopter. Kesempatan itu saya peroleh ketika musti melakukan perjalanan ke sebuah desa terpencil di pelosok Kalimantan Timur.

Detik-detik ketika kami meninggalkan Long Apari yang penuh kenangan, terima kasih untuk warga disana yang selalu menjaga kami

Kesan awal memang sedikit ragu melihat kenyataan usia heli yang sudah tua. Apalagi melihat jalur yang nantinya saya lintasi berupa pegunungan dan hutan hujan tropis yang tak terjamah. Weeeew… hati ini selalu berdoa… Ya Tuhan…

Sebelum berangkat ada beberapa persiapan dahulu. Salah satunya pengisian bahan bakar avtur. Lucunya cara memasukkan avtur dari dalam drum ke tangki pesawat adalah dengan cara di ‘engkol’ oleh teman-teman militer. Mirip seperti kita lihat di tempat penjualan minyak tanah. Kemudian setelah persiapan dan lain hal, pilot memutuskan untuk siap terbang. Duduklah saya di kursi penumpang bersama 5 orang lainnya.

Mesin mulai dihidupkan. Hati mulai berdebar dan mulut komat-kamit membaca doa. Suara baling-baling mulai berdesing memusingkan. Dan tak perlu waktu lama helicopter ini mulai bergerak. Melayang terbang meninggalkan teman-teman yang lain di bawah sana. Voila! Saya kini berada di udara, di atas ketinggian daratan pulau Kalimantan. Namun suara bising yang memekakkan telinga sedikit menganggu kenyamanan, karena saya tidak bisa mengobrol santai tanpa berteriak di depan telinga.

Berhubung hanya ada 2 orang sipil di dalam pesawat ini, praktis kamilah yang menjadi orang paling ‘gumunan’ melihat pemandangan melalui jendela helicopter. Untung saya selalu membawa kamera, banyak foto dan video saya ambil dari atas udara. Dan perasaan berdebar-debar mulai hilang berganti menjadi perasaan nyaman dan menyenangkan. Perasaan nyaman terbang di udara ini jauh berbeda dengan terbang menggunakan pesawat komersil. Jika helicopter bermanuver ke kanan atau ke kiri saya di dalamnya merasakan sekali goyangannya. Apalagi saat naik turun menghindari awan, saya yang di dalam ini berasa naik turun lift berkali-kali. hahaha…. perumpamaan saya ini udik sekali!

Sebelum terbang saya sempat mengobrol dengan pilotnya. Pak Eten nama panggilannya. Beliau sudah sangat berpengalaman menerbangkan heli ini. Dan saya ingat pernah melihat manuver dia ketika menuju camp kami. Terbang di bawah seutas kabel yang membentang menyeberangi sungai Mahakam. Baling-baling pesawat hanya berjarak beberapa inchi saja dari kabel baja tersebut. Dan badan pesawat nyaris menyentuh permukaan air! Gila… saya menyebut itu manuver gila..

Dan dari obrolan itu beliau mengerti saya suka memotret. Sesuai dengan permintaan khusus dari calon penumpangnya, pak Eten akan membawa helicopter terbang merendah ketika melintas di atas hutan Kalimantan. Sambil menunjukkan pemandangan yang pas banget untuk dipotret. Salah satu kejadian usil pak Ethen adalah ketika kami melintas di atas sungai Mahakam bagian hulu. Alirannya tampak berkelok-kelok seperti ular raksasa di atas permadani hijau. Cantik banget. Dan saya pun berkonsentrasi memegang kamera untuk merekamnya. Agar hasilnya enak dilihat maka saya berjongkok di pinggiran jendela menahan tangan ini tidak goyang. Eh… secara tiba-tiba pilot usil ini bermanuver turun sambil membelokkan kemudi secara ekstrim mendekati sungai. Dekat sekali hingga nyaris menyentuh air! Saya yang tidak siap dengan manuvernya otomatis jatuh terjengkang ke belakang, untungnya tidak jatuh menubruk jendela. Alhasil rekaman video saya sedikit kacau hasilnya. Dan pilot beserta awak lain hanya tertawa saja, ternyata mereka semua sudah berkongkalikong melalui alat komunikasi personal sedari tadi. huft.

Sekitar 1,5 jam lamanya kami mengudara. Mulai terlihat daerah permukiman yang dituju. Melakukan putaran sekali sebelum mendarat di landasan berupa lapangan bola. Dan karena diburu waktu, pak Eten beserta kawan-kawan langsung terbang kembali setelah kami dan barang-barang diturunkan. Keluar masuk dari pesawat dengan baling-baling masih berputar itu menjadi pengalaman pertama saya. Saya musti sedikit berlari dengan badan agak membungkuk agar tidak terbang terbawa angin, ahahahaa…

Mengucap syukur saat kaki ini menjejak tanah kembali. Tidak lupa mengucap terima kasih sebesar-besarnya kepada awak pesawat dan terutama pak Eten si pilot usil. Ya Tuhan…. ternyata terbang dengan helicopter itu asyik sekali. ^^

Oleh : Anindita Bestari

2 responses »

  1. Pasti sangat banyak pengalaman yang didapatkan oleh para mahasiswa saat bekerja dengan anggota militer.yang pasti image tentara yang identik dengan kehidupan keras dan tegas hanyalah sebuah ungkapan saja,tetapi pada kenyataannya kita adalah sama.Militer hanyalah sebuah profesi,tetapi semua akan kembali pada jati diri seorang manusia yang memiliki hati dan perasaan,kita (tentara) tidak bisa hidup sendiri,kita membutuhkan masyarakat dan masyarakat membutuhkan kita.Semua saling melengkapi dan bersinergi demi keutuhan Bangsa ini,Tanah Air Indonesia.Rekan-rekan Ekspedisi Khatulistiwa saya mengharapkan jalinan silaturahim kita jangan terputus,saling jaga komunikasi yang baik,tegur sapa jika kita berjumpa disitusai yang berbeda,slalu jaga kekompakan.
    Salam Khatulistiwa pam,pam,pam,pam…

Leave a comment