Monthly Archives: August 2012

Mandau Suku Dayak Bahau

Standard

Mandau merupakan senjata tajam berbentuk parang dengan ujung yang lancip. Jika dilihat sekilas, bentuk mandau seperti parang pada umumnya. Namun yang menjadi ciri khas mandau Suku Dayak adalah bentuk gagangnya yang menyerupai kepala burung serta terdapat hiasan manik-manik. Mandau yang dimiliki oleh Bapak Hingan ada yang berusia puluhan tahun. Gagang mandau terbuat dari tanduk rusa dengan ukiran yang sangat indah dan detail. Keunikan lain yang ditemukan adalah adanya kombinasi dua jenis logam yang disisipkan pada bagian badan mandau. Berdasarkan penjelasan dari Bapak Hingan saat ini jarang ditemui mandau dengan ukiran yang sangat mendetail seperti yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan tidak ada generasi muda yang sanggup menjadi pembuat mandau.

Bapak Hingan Menjelaskan mengenai Mandau

Pada masa lalu mandau biasanya digunakan untuk mengayau atau memenggal kepala musuh. Ketika masa penjajahan Belanda, di Kalimantan sering terjadi peperangan antar suku Dayak karena politik adu domba oleh pemerintah kolonial. Semakin banyak seseorang mengayau kepala musuh, maka ia akan semakin disegani. Hal yang cukup menarik adalah kita dapat mengetahui seberapa banyak orang yang dipenggal oleh mandau tersebut dengan melihat jumlah goresan yang ada di bagian bawah mandau. Jika terdapat 3 goresan berarti mandau tersebut telah memenggal tiga kepala. Namun saat ini mandau lebih banyak digunakan sebagai kelengkapan acara adat. Tidak sembarang waktu mandau bisa dikeluarkan. Salah satunya upacara yang melibatkan mandau adalah upacara pemberian nama kecil pada anak-anak. Pemberian nama kecil pada anak-anak suku Dayak memiliki arti agar anak mereka nantinya tidak kualat saat kehidupan di masa depannya nanti. Seseorang yang belum memiliki nama kecil biasanya tidak diperkenankan sembarangan memegang mandau. Jika melanggar, dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

IMG_8789

Selain menjelaskan mengenai mandau, Bapak Hingan juga menampilkan beberapa koleksi khas Dayak yang berasal dari bagian tubuh binatang seperti taring macan dahan, taring dan kuku beruang, duri landak, dan bulu ekor burung enggang. Koleksi-koleksi tersebut saat ini jarang dijumpai karena binatang-binatang tersebut sangat langka. Di akhir pertemuan, kami diberi kenang-kenangan berupa duri landak yang menurut kepercayaan suku Dayak dapat memberikan manfaat yang besar seperti obat muntaber dan diare.

Selamat Datang di Poskotis

Standard

IMG_8548

Ritual Tapoq yang dilakukan oleh masyarakat Dayak Bagau. Ritual ini bertujuan untuk memberikan keselamatan kepada seluruh Tim Ekspedisi Khatulistiwa selama berada di Long Bagun. Ritual Tapoq juga bertujuan agar seluruh rombongan Tim Ekspedisi Khatulistiwa bisa diterima dengan baik oleh leluhur masyarakat setempat. Ritual Tapoq dilakukan dengan menempelkan ramuan khusus pada kepala tamu yang kali ini diwakilkan oleh Komandan dan Wakil Komandan Subkorwil Ekspedisi Khatulistiwa Kutai Barat. Selain itu juga dilakukan pembacaan mantra pada dua butir telur yang diletakan pada tiang bambu. Menurut keterangan masyarakat setempat, telur ayam melambangkan agar semua harapan dan tujuan dari Ekspedisi Khatulistiwa ini dapat tercapai. Dalam acara penyambutan kali ini juga dilakukan pemasangan gelang manik-manik. Hal ini mencerminkan bahwa seluruh tamu yang memakai gelang persembahan masyarakat Dayak Bahau telah menjadi bagian dari keluarga mereka, sehingga kami tidak perlu sungkan meminta bantuan ketika mendapatkan kesulitan.

Menuju Medan Laga

Standard

 

DSC00150

Perjalanan tim Ekspedisi Khatulistiwa mulai dari Batujajar hingga ke Kutai Barat. Tim menggunakan pesawat Hercules yang mendarat di Lanud Balikpapan, kemudian disambut oleh tarian selamat datang. Perjalanan dari Balikpapan menuju Sendawar sangatlah melelahkan. Namun tim tetap semangat karena tidak sabar ingin segera beraksi di medan laga

membangun kekeluargaan

Standard

IMG_0113

Sejatinya kami adalah anak-anak bangsa yang hidup di negeri yang indah. Meski seragam kami berbeda,meski baret kami berbeda, dan meski tujuan awal kami berbeda, segala macam ketidaksamaan itu yang memunculkan ketertarikan. Kekeluargaan kami terlalu sayang untuk dipisahkan. Situlembang menjadi saksi hilangnya segala macam prasangka-prasangka di antara kami. Sehingga sampai pada suatu kesimpulan, bahwa bangsa ini memang harus menyatu. Ketika perbedaan menjadi duri dalam kehidupan bangsa Indonesia yang multikultural, kita tidak pernah akan maju!

di situ lembang kami dibina

Standard

Penggemblengan di Situ Lembang mengadopsi kehidupan militer. Setiap hari kami melaksanakan bina fisik, lari pagi, penghormatan penaikan dan penurunan bendera. Selama di tempat ini kami juga dilatih beberapa materi yang sangat berguna untuk kegiatan ekspedisi di Kalimantan seperti profil pulau Kalimantan, materi mengenai perbatasan, kajian flora dan fauna endemik Kalimantan serta kondisi sosial budaya masyarakat Borneo. Materi materi tersebut disampaikan oleh para ahli yang berkompeten di bidangnya seperti akademisi perguruan tinggi, pejabat tinggi TNI, serta pejabat dari kementerian terkait.

Pembekalan SItu Lembang

Selama penggemblengan, selalu ada yel-yel yang membuat kami semangat. Tentara merupakan pembuat yel yang sangat bagus yang pernah ku dengar. Di sana aku mengenal bapak Letkol Iwan Setiawan yang merupakan salah satu pendaki Indonesia pertama yang berhasil mendaki Everest pada tahun 1997. Meskipun sudah berpangkat letkol alias melati dua, dia tidak malu-malu membuat yel-yel yang aneh tapi tentu saja keren. Dia salah satu prajurit favorit mahasiswa karena selalu memotivasi kami untuk menjadi generasi muda yang selalu membanggakan Indonesia.

Tim Ekspedisi Khatulistiwa Tiba Di Kutai Barat

Standard

Tarian Suku Dayak Tunjung yang mengiringi ritual adat Tepung Tawar

Tidak ada yang lebih membahagiakan daripada kehadiran kita yang disenangi orang lain. Itulah yang kami rasakan pada saat acara penerimaan tim Ekspedisi Khatulistiwa di kantor Bupati Kutai Barat pada tanggal 9 April 2012. Kami disambut kembali oleh tradisi masyarakat adat suku Dayak melalui ritual Tepung Tawar. Tepung tawar bukan berarti tepung yang memiliki rasa hambar. Tepung Tawar merupakan tradisi penyambutan terhadap orang luar yang baru saja datang ke wilayah suku Dayak khususnya Dayak Tunjung agar selalu diberikan keselamatan selama beraktivitas. Ritual ini meliputi pengalungan bunga, tarian kelompok serta pembacaan doa oleh seorang sekretaris adat melalui penyiraman ramuan khusus kepada seluruh peserta ekspedisi.

Read the rest of this entry